Minggu, 10 Mei 2020

PENYAKIT HATISetiap manusia pastilah memiliki hati (bukan pengertian anatomis) namun terjemahan dari pada kalbu. Secara psikologis hati merupakan pusat pemroses pemikiran dan pertimbangan nurani. Sesungguhnya pengertian hati nurani itu layaknya piring bersih yang awalnya tidak bernoda dan steril. Namun dalam perjalanan hidup sebagaimana CPU (Processor Computer Unit) komputer yang berfungsi memproses penerimaan dan pengeluaran informasi, maka hati dapat terjangkit virus dan penyakit yang merusak bekerjanya fungsi hati. Kalau hati sudah terkena penyakit atau terkontaminasi kotoran, maka fungsinya akan terganggu bahkan rusak. Untuk dimaklumi bahwa hati (kalbu) sama dengan emosi (ibarat bara api) yang menjadi sumber munculnya kekuatan (power) baik yang buruk atau baik. Hati nurani akan menghasilkan langkah baik, bila didasari oleh norma dan etika yang benar, namun bila disisipi kemungkaran dan kebatilan maka munculah keburukan. Proses kontaminasi (pengotoran) dapat berjalan secara cepat atau lambat, namun jelasnya tingkat kontaminasi itu sangat tergantung pada kualitas kehidupan seseorang. Perlu diingat rekayasa hati merupakan proses manajemen menuju kejernihan jiwa, artinya kesehatan jiwa merupakan landasan kehidupan yang baik. Kendati tidak sepenuhnya benar pengotoran hati justru  datang karena ketidak mampuan diri untuk menetralisir problema kehidupan. Misalnya : orang yang terjebak dalam kebuntuan selama bertahun-tahun dapat menimbulkan kelainan sikap bahkan opini.             Fenomena (tanda-tanda) kerusakan hati adalah munculnya hazad, sebuah bentuk penyelewengan rohani dalam bentuk kesukaan untuk menghasut. Kata hasud adalah ungkapan ketidak senangan  kepada kelebihan orang lain. Yang lebih fatal bila hazad dimiliki oleh orang yang berpengaruh akibatnya dapat mengkobarkan tragedi. Hal ini terjadi karena orang tersebut tidak rela melihat keberhasilan orang lain, ia menganggap dirinya paling benar, lupa bahwa manusia bersifat baharu. Secara hukum alam orang demikian sama dengan orang terbodoh.  Adapun sebabnya sebagai hamba Tuhan kecuali Nabi dan Rasul tidak ada yang sempurna. Spesialisasi seorang pakar, dalam satu disiplin ilmu layaknya segi tiga, pada bagian puncaknya sama dengan spesialisasi Makin tinggi spesialisasinya dalam satu ilmu mengakibatkan kekurangan pada ilmu lainnya. Terbentuknya sebuah kelebihan logikanya mengurangi kelebihannya pada bidang lain Karena itu janganlah terlalu membanggakan pada kelebihan diri karena dikelilingi oleh kekurangannya pastilah tidak egois, karena dalam segala usaha dibutuhkan perpaduan sinergi berbagai potensi yang dimiliki orang lain. Jadi inter-relasi dan a-kulturasi merupakan siasat untuk menghadapi berbagai masalah kehidupan. Janganlah lupa orang egois sama dengan penderita penyakit jiwa. Dimanapun kita berada (yang terburuk sekalipun) bila sistem hati kita benar tetaplah menghasilkan kebaikan. Sebaliknya di tempat sebaik apapun bila memiliki sistem hati yang buruk hasilnya jelas keburukan. Orang yang terjangkit hazad, apabila memperoleh kesuksesan selalu lupa diri dan tidak mau bersyukur kepada Tuhan pemberi nikmat. Kebanggaan terhadap dirinya terlalu berlebihan dan merasa dialah yang paling berjasa.     Dalam keseharian ia tidak rela mengakui keberhasilan orang. Penyakit sombong adalah akibat lupa diri. Tanpa merasa bersalah ia suka mengemukakan kelemahan atau kesalahan orang lain, membanggakan kesuksesannya bahkan terkesan takabur. Ia lupa bahwa memburuk-burukan orang lain, apalagi mencari-cari aib atau kesalahan, sama artinya memakan bangkai Dalam perjalanan sejarah  banyak contoh orang yang  berkuasa (sukses) lalu jatuh, atau dijatuhkan orang lain. Kejatuhan tersebut tidak dapat diterimanya, artinya ia tidak siap untuk berganti keadaan. Tuntutan untuk ikhlas tidak dimilikinya, ini artinya ia termasuk orang besar yang tidak berjiwa besar = a-sosial, yaitu sebuah keadaan di mana sang bekas penguasa tidak dapat menerima tuntutan sosial. Orang lupa diri di atas memperlihatkan tanda-tanda : cinta yang berlebihan terhadap diri sendiri, lupa jati dirinya sebagai makhluk Tuhan, selalu memburu keriyaan (sebuah amal yang mencari kemuliaan sesama  manusia) serta memandang  bahwa jabatannya sama dengan miliknya. Ia lupa bahwa nikmat diperolehnya bersifat sementara dan merupakan titipan Tuhan. Hal-hal lain yang merupakan tanda-tanda orang hazad diantaranya : sangat takut (alergi) terhadap kritik. Ketabuan itu dikarenakan bahwa kritik dianggap ketidak senangan orang lain. Di samping itu tanda-tanda hazad adalah ketergantungan pada aksesoris (perlengkapan diri) misalnya dalam berpakaian ia tidak memperdulikan adab (sopan santun , estetika dan kesehatan). Unsur kebanggaan menjadi dasar utama, demikian juga fasilitas kerja yang serba baik, misalnya mobil ataupun sarana kantor harus disiapkan sedemikian rupa, seolah-olah jabatan tinggi membutuhkan fasilitas yang serba wah. Orang sedemikian menganggap bahwa kredibilitas dirinya akan terangkat bila didukung fasilitas dan pola berpakaian yang sesuai jabatannya. Ia lupa kewibawaan seseorang bukan tergantung pada aksesoris tersebut namun lebih pada jati diri dan kemampuannya. Kecintaan yang berlebihan mengakibatkan orang yang hazad merasa terancam karenanya ia akan berusaha dengan berbagai cara, bahkan menghalalkan jalan yang paling keji yaitu melanggar HAM. Semestinya menyikapi persaingan kehidupan haruslah memakai cara-cara yang wajar (fair), rasional dan positif. Layaknya bermain bola kaki bolehlah cepat dan keras namun hindarilah kasar. Sebab bila tidak sportif maka ia akan menjadi subversif yaitu sebuah sifat / perbuatan mengganggu orang lain. Proses hazad dimulai dari diri sendiri lalu dapat berubah menjadi kelompok. Bila demikian maka konteks pribadi akan berubah menjadi bentuk masal. Keadaan ini sangat berbahaya bila dialami oleh seorang  penguasa yang telah lengser (dilengserkan). Kelompok-kelompok yang terbentuk dipenuhi dengan api dendam hingga apapun yang diperbuat oleh penggantinya (benar apalagi salah) dijadikan sasaran tembak. Kumpulan orang dendam itu menjadi provokator yang bersifat a-sosial dan berprilaku negatif. Munculnya kelompok ini didorong oleh ketidak siapan menerima kenyataan dalam bentuk kekalahan. Batin dan sanubari mereka tidak berjalan secara wajar dan mekanismenya muncul demi kepuasan diri. Bilamana mereka didukung daya dan dana yang besar memang teramat sulit untuk dinetralisir. Karena kendati wujudnya manusia telah berubah menjadi binatang. Jelasnya ia telah gagal memanusiakan : harta, tahta dan kelebihan-kelebihan lain yang pernah dimiliki. Nafsu dan kemarahanya didorong ketidak siapan menerima kenyataan bahwa ia telah terjatuh.>Sebagai illustrasi pada saat jayanya sang penguasa  tidak memanfaatkan kepercayaan orang dengan baik, tidak mengakui kekuasaan Tuhan, akibatnya ia selalu gelisah. Dalam kaitan vertikal ia menjadi rendah diri (minder), sedang ke bawah ia berlaku sombong. Sedangkan sifat sombong dan hazad adalah 2 sisi mata uang, di mana  bila ada yang satu ada yang lainnya. Yang perlu diwaspadai kendalikanlah nurani dari perasaan tidak puas yang berlanjut pada iri hati selanjutnya menjadi dengki. Setelah dengki munculah perbuatan extrim yang menghasud. Jebakan terakhir akan menjadikan kemungkaran, sedangkan hal ini dapat mengobarkan makar. Dimaksud makar bukan sekedar perebutan kekuasaan tapi juga merampas keberhasilan atau jalan orang lain. Dalam keseharian sikap makar terwujud melalui perbuatan mengambil hak atau jabatan orang lain untuk diri sendiri (padahal belum milik kita). Berbagai bentuk korupsi, kolusi dan nepotisme adalah apresiasi makar yang dilakukan sebahagian orang yang gila jabatan.